Kamis, 15 September 2011

0

Decided to Not Be Alone ( Memutuskan tuk tidak sendiri )

Posted in ,
                “Kekosongan,,Kesendirian,,dan Kehancuran. Setiap hari semuanya semakin nyata. Kepedihan pun tiada akhirnya. Semua itu membawaku ke jurang kebimbangan. Dimana aku harus memilih antara mendendami atau memaafkan seseorang. Dan semua itu seakan mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Membawaku pergi dari cahaya yang paling terang. Dari keceriaan yang mengerang”. 
Pagi pun datang, dan seperti biasa aku pun tersungut menuju kamar mandi. Karena aku harus pergi ke tempat yang membosankan. Yaitu sekolah. Mungkin pendapat aku ini sangat berbeda bagi kalian semua. Mungkin bagi kalian sekolah itu tempat yang asyik, dan begitu sempurna. Tapi bagiku, sekolah adalah tempatku mengisi kekosongan hatiku selama tujuh tahun ini. Aku pun tiba di SMA 2 Makassar. Seperti biasa setelah jam istirahat, aku menuju ke perpustakaan. Sejak pertama aku menginjakkan kaki di sana. Entah mengapa aku merasa betah hingga sekarang. Dan beberapa deretan novel pun mengisi kekosongan hatiku. Diantara karya stephenie meyer yakni, Twilight,New Moon,Eclipse, Breaking Dawn, Midnight sun. Aku seperti hanyut akan tokoh Edward Cullen. Ada beberapa kalimat yang di utarakan Bella Swan dalam pembukaan Novel itu. “aku tak tahu, bagaimana cara aku mati. Tapi mati di dekat orang yang di sayangi, adalah hal yang paling baik “. Entah mengapa aku menyukainya. Akhirnya, hari yang membosankan berakhir, aku pun beranjak tuk pulang ke rumah. Tiba – tiba aku terdiam, panik dan jantungku terasa berhenti berdetak. “AYAH”. Pekikku dalam hati. Dan ternyata benar. Hati ini bagai teriris setelah melihat sosoknya lagi setelah 7 tahun. Yah 7 tahun Ia meninggalkan aku dan itu sudah cukup untuk mengubur semua kenangan yang tlah Ia ukir bersamaku. Dan kini, pertanyaan kembali terngiang di kepalaku. Mengapa Ia bisa berada disini, di depan pintu gerbang sekolahku ? Apa Ia tahu aku bersekolah disini ? Kepala ku serasa pening. Ia pun melihatku dan mendekati ku.
“Apa kabar, Nak ? Bagaimana sekolah mu” ? Tanyanya padaku.
“Kurang baik. Dan anda bisa lihat sendiri, sekarang bagaimana sekolah saya”. Jawabku ketus
“Iya saya tahu. Sekolah mu memang agak bagus. Tapi sebenarnya kamu tak pantas disini. Kamu lebih pantas bersekolah di sekolah terbaik di kota ini”.
“Maksud anda” ? Tanyaku setelah mendengar pernyataan anehnya.
“Kita perlu bicara”. Ucapnya lalu menarikku masuk ke mobilnya.
                Aku pun menurut. Dia membawaku ke sebuah restoran yang cukup ternama di kota ini. Ia pun memesan beberapa makanan. Dan menyuruhku juga. Setelah pelayan itu pergi, Aku mulai angkat bicara.
“Apa maksud perkataan anda tadi”?
“Kenapa dari tadi kamu memanggilku Anda terus, Nak ? Ingat aku ini ayahmu. Bukan orang lain”. Ucapnya.
“Bagi saya sekarang, Anda adalah orang asing di kehidupanku”. Ucapku meski hati ini perih.
“Maksud kamu apa, Nak ? Apa kamu tak menganggap Ayah lagi”? Tuturnya lagi.
“Apa anda merasa begitu. Atau anda sama sekali tak merasa seperti itu. Setelah 7 tahun anda pergi, dan setelah 7 tahun                 semua penderitaan yang ku alami. Anda hanya bisa bertaka demikian” ? Tegasku.
“Iyah, Ayah tahu perasaanmu, Nak”. Katanya.
“Tidak, anda tak tahu apa – apa”.Jawabku ketus
“Ayah minta maaf”. Ucapnya dengan nada yang tulus.
“Hanya maaf. Apa anda tak merasa bersalah ? Atas semua kesengsaraan yang anda berikan”! Bentakku.
“Maaf Ayah Khilaf”. Tuturnya.
“Saya rasa sangat  sulit bagi saya tuk memaafkan anda. Dan sudah terbukti, selama 7 tahun saya bisa lalui tanpa anda”. Ucapku lalu keluar dari restoran.
                Aku pun berlari. Entah ke arah mana kaki ini tertumpuh. Dan ku melihat sebuah taman. Aku pun ke sana. Disanalah aku menitikkan semua bening yang ingin bercucuran. Semua seperti mimpi, orang yang dulu telah meninggalkanku. Kini Ia kembali dan ingin menjadi salah satu orang yang berarti lagi bagi hidupku seperti dulu. Tapi, sangat sulit rasanya. Meskipun rindu akan dirinya sangat berkecamuk. Tapi, perih yang ku rasakan tak bisa terhapuskan. Dia telah membuangku, tak menganggapku, melupakanku. Apa masih pantas Ia ku anggap Ayah lagi. Rasanya tidak, aku tak bisa, sungguh sulit.
                Akhirnya aku pulang ke rumah. Ku lihat Ibu sedang memandangi sebuah foto. Dan aku kenal foto itu. Foto keluarga ku, saat masih sempurna. Ku pun teringat. Dulu, saat Ia pergi. Aku dan Ibu sering di hina oleh orang sekeliligku. Bahkan kami sama sekali tak di anggap. Dan karena ini, aku dan Ibu bisa tegar. Meski kadang Ibu menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi aku sangat bangga memiliki Ibu seperti Dia. Yang begitu menyayangiku. Yang rela berkorban untuk kebahagiaanku selama ini.
“Putri….”. Panggilnya.
“Iyah Bu”? Jawabku.
“Apa kamu sudah bertemu dengan Ayahmu”? Tanyanya.
“Loh Ibu tahu darimana”? Tanyaku lagi padanya.
“Dia yang menelpon Ibu tadi. Dan dia meminta agar kamu tinggal bersamanya”. Jawab Ibuku.
“Lalu Ibu setuju”? Tanyaku lagi.
“Ibu cuma bilang, terserah kamu saja”. Jawabnya.
“Dan Ibu yang memberikan alamat sekolahku padanya”? Tanyaku lagi.
“Iya Nak”. Jawabnya singkat.
“Kenapa Bu. Dia sudah menyakiti kita”. Ucapku padanya.
“Dia ingin minta maaf kepadamu”. Tuturnya.
“Saya tidak mau memaafkan orang seperti dia”. Tegasku.
“Putri… Bagaimana pun Dia ayahmu”! Tuturnya lagi.
“Biarkan saja”. Ucapku cuek.
“Kapan Ibu mengajarkanmu seperti itu”! Bentak Ibu agak marah.
“Maaf Bu. Memang bukan Ibu yang mengajarku seperti ini. Tapi keadaan yang memaksaku seperti ini”.
Akupun berlari ke kamar sambil menangis. Ku rebahkan diriku di atas tempat tidur. Aku bingung. Kenapa Ibu tak marah, tak kecewa, tak seperti aku. Padahal seharusnya Ibu lah yang paling membenci nya. Karena dia tlah menyakiti Ibu. Tapi mengapa seperti itu. Apa ibu menyembunyikan sesuatu, ataukah Ibu masih mencintai Ayah seperti dulu. Galau rasanya hati ini. Kadang ku berfikir tuk mengulang semua, menghapus derita. Dan membuka lembaran baru. Namun rasanya kenangan pahit masih mengiris hatiku. Dan tak terasa, beberapa hari berlalu. Dan Ayahku sering mengunjungiku di rumah. Saat weekend Dia juga mengajakku dan Ibu ke Mall dan tempat kunjungan lainnya. Dan hari ini, Ayah mengajakku dan Ibu lagi. Ke sebuah restoran yang begitu familiar. Yah restoran langgananku bersama Ayah saat aku kecil.
“Putry…”. Panggil Ayahku.
“Iyah…”? Jawabku.
“Ayah minta maaf atas semua yang pernah ayah lakukan kepada kamu dan Ibu”. Katanya.
“Maaf ini sangat sulit bagiku.Saya amat menyayangimu. Tapi semua perlakuanmu membuat perih ini tak kunjung pudar”. Jawabku lagi.
“Tak dapat kah kamu memberikan Ayah kesempatan sekali lagi”? Pintanya tulus.
“Put… Di dunia ini, ada mantan teman, mantan suami, atapun mantan istri. Tapi mantan anak itu tak ada. Dan biar bagaimana pun, Dia adalah ayahmu. Maafkanlah Dia. Manusia tak ada yang sempurna, Nak” Ucap Ibuku.
“Baiklah…. Aku memafkanmu Ayah”. Ayahpun memelukku. Setelah 7 tahun, akupun merasakan pelukannya. Pelukan seorang Ayah yang tiap hari hanya tergiang dalam mimpiku. Dan hari ini semua menjadi nyata. Ayahku kembali padaku dan Ibu. Kami sangat gembira dan aku dan Ibu pun keluar dari restoran itu. Sambil menunggu Ayah, seseorang yang takkan pernah ku lupakan menghampiri aku dan Ibuku. “Kau menghancurkan kehidupan ku. Dasar perempuan JALANG”! Bentaknya pada Ibuku. Aku sangat marah mendengar perkataannya. Yah, dia Sherly wanita yang menghancurkan rumah tangga kedua orang tuaku. Dia memfitnah ayahku. Dan kini dia kembali. Aku tak tahu apa yang di inginkannya. Tapi begitu kagetnya aku ketika Ia mendorong Ibuku dan mengeluarkan pisau. Dia pun mendekati Ibu. Tanpa pikir panjang aku berlari. Ia pun ingin menusukkan pisau tajamnya kepada Ibuku. Tapi………..
“Putri…”!!!!!!!!!!!!! Teriak Ibu padaku, aku masih bisa mendengar suaranya itu.
Dan aku pun rebah ke tanah. Ia memangku ku. Dan ku dengar Ayahku menelpon ambulans. Tapi sepertinya semua sudah terlambat.
“Ibu…”
“Iya Nak. Maafkan Ibu. Seharusnya Ibu… bukan kamu. Bertahan yah Putri”.
“Terimakasih atas semua kasih sayang yang tlah Ibu berikan. Aku akan pergi dengan tenang”.
“Putri”.
Itu terakhir suara nyata Ibu yang ku dengar. Dan semua seakan hampa. Semua kosong terasa, lebih kosong dan hening dari yang ku rasakan di hari – hari sepiku yang lalu. Dan kata – kata dalam novel twilight terjadi padaku. “aku tak tahu, bagaimana cara aku mati. Tapi mati di dekat orang yang di sayangi, adalah hal yang paling baik”. Kematian itu putih, damai, sejuk, kosong, dan gelap.
The End

0 komentar: